Surat Pertama dari Oldham : Akhir Musim Semi di Oldham

musim panas di Inggris
musim panas di Oldham

Assalamualaikum,
Hai Sahabatku!
(Hi My Dear Friend!)

Apa kabarmu? Aku berharap kamu selalu dalam keadaan sehat, bahagia dan dalam lindungan Allah S.W.T. Alhamdulillah aku di sini baik.

(How are you? I hope you’re always in good health, happy, and under the protection of Allah the Almighty. Alhamdulillah, I’m doing well here.)

Ini surat pertamaku untukmu. Aku merasa, lewat tulisan seperti inilah aku bisa berbicara lebih dekat dan lebih jujur. Semoga kamu senang membacanya.

(This is my first letter to you. I feel that writing like this allows me to speak more closely and honestly. I hope you’ll enjoy reading it.)

Sudah 6 bulan ini, aku tinggal di Oldham, salah satu kota kecil di Greater Manchester, Inggris. Letaknya tidak jauh dari kota Manchester, ya sekitar 40 menit perjalanan dengan bis. Kotanya kecil, indah, dan berbukit. Suasananya juga tenang, tidak terlalu sibuk, dan biaya sewa rumah lebih bersahabat dibandingkan kota Manchester. 

(It’s been six months since I moved to Oldham, a small town in Greater Manchester, England. It’s not far from the city of Manchester—about a 40-minute bus ride. The town is small, beautiful, and hilly. The atmosphere is calm, not too busy, and the cost of rent is much more affordable than in Manchester.)

Yang paling menyenangkan, komunitas Muslim di sini cukup besar. Kebanyakan berasal dari Pakistan dan Bangladesh. Kalau kamu cari masjid di Google Map, maka akan terlihat banyak sekali. Apalagi toko makanan halal. Kalau itu sih di setiap sudut ada. Alhamdulillah... rasanya hidup lebih mudah. 

(What I love most is that the Muslim community here is quite large. Most of them are originally from Pakistan and Bangladesh. If you search for mosques on Google Maps, you’ll see so many around. And when it comes to halal food stores—they’re on almost every corner. Alhamdulillah… it really makes life easier.)


kota Oldham, Inggris
Kota Oldham

Ngomong-ngomong, awal-awal pindah ke Oldham aku benar-benar merasa asing. Rata-rata, orang Indonesia dan teman-temanku yang lain tinggal di Manchester, dan saat itu aku belum mengenal siapa pun di Oldham, kecuali pemilik rumah sewaku. 

(By the way, when I first moved to Oldham, I truly felt like a stranger. Most Indonesians—and my friends too—live in Manchester, and at that time, I didn’t know anyone in Oldham except my landlord.)

Alhamdulillah, setelah bergabung di berbagai kegiatan di sini, aku mempunyai jumlah teman yang lumayan. Bahkan aku berkenalan dengan seorang perempuan peranakan Indonesia-Inggris. Ayahnya orang Bali. Dia begitu antusias  saat tahu aku orang Indonesia.  Kami pun masih sering bertemu sampai sekarang.

(Alhamdulillah, after joining several local activities here, I’ve made a good number of friends. I even met a woman of mixed Indonesian-English heritage—her father is Balinese. She was so excited when she found out I’m Indonesian. We still meet up regularly to this day.)

Tapi tahukah kamu, walaupun sudah setengah tahun berada di sini, rupanya ada saja temanku yang berpikir aku masih di Amerika. Ya Allah, padahal itu sudah beberapa tahun yang lalu ya. Ada juga yang berpikir aku sedang di Pulau Jawa. Aduh, udah macam buronan saja ya... disangka di sana sini. Naudzubillah. Hmm, ya tidak salah juga sih mereka berpikir begitu, karena aku memang tidak memberitahunya. Mereka pun juga tidak tanya. Haha, kloplah!

(But you know what? Even though I’ve been here for half a year now, some of my friends still think I’m in America. Ya Allah, that was years ago! Others think I’m somewhere in Java. It’s as if I’ve gone into hiding—rumored to be here and there. Naudzubillah. Then again, I didn’t exactly tell them, and they didn’t ask either. So… I guess that makes us even. Haha!)

Sahabatku, saat memikirkan untuk menulis surat ini, aku sedang berpiknik bersama anakku di salah satu taman di Oldham. Akhir-akhir ini cuacanya sangat hangat karena sedang di penghujung musim semi. Suhunya kisaran 19-21 derajat. Jadinya, aku hobi piknik sekarang, apalagi setelah membeli karpet piknik murah meriah di Temu 😁. 

(Dear friend, as I’m writing this letter, I’m having a picnic with my son in one of Oldham’s parks. Lately, the weather has been so warm because it’s the end of spring. The temperature is around 19 to 21 degrees. I’ve developed a love for picnicking—especially after buying a cheap picnic mat from Temu!)

Kamu tahu sahabatku, aku sangat menyukai musim semi ini. Apalagi di awal dan pertengahannya. Secara bergantian, bunga-bunga bermekaran, seperti bunga snowdrops, diikuti dengan crocuses, daffodil, dan tulip.

(You know what? I absolutely adore spring, especially in the early and middle parts. The flowers bloom in turns—starting with snowdrops, followed by crocuses, daffodils, and tulips.)

Bunga snowdrop
bunga snowdrop

bunga crocuses
bunga crocuses

bunga daffodil
bunga daffodil

tulip
bunga tulip
               
Setelah itu bunga-bunga cherry blossom pun mulai beraksi menunjukkan kecantikannya. Ada yang berwarna merah muda dan juga putih. MasyaAllah sangat indah.  Taman-taman menjadi sangat hidup setelah enam bulan beristirahat di musim gugur dan dingin.

(Then came the cherry blossoms, putting on a beautiful show of their own. Some were soft pink, others pure white—MasyaAllah, so breathtaking. The parks truly came back to life after resting for six long months through autumn and winter.)

Rasanya, aku tidak ingin melewatkan sehari pun tanpa menikmatinya. Jadinya, aku sering membawa anakku untuk makan siang atau bermain di bawah pohon-pohon itu. Inginnya sih, aku menari-nari seperti di film Bollywood, atau berguling-guling kayak Bang Joni Kapluk*, hahaha.

(I honestly didn’t want to miss a single day of it. So I often took my son out for lunch or just to play beneath those trees. Part of me wanted to dance around like in a Bollywood movie—or roll on the grass like Bang Joni Kapluk*, haha!)

cherry blossom
cherry blossom di taman

cherry blossom
cherry blossom

cherry blossom

Tapi sayangnya, bunga-bunga itu tidak bertahan lama. Cherry blossom hanya bertahan dalam sekitar tiga minggu. Setelah itu semuanya berguguran dan digantikan oleh daun-daun hijau yang segar.

(But sadly, those flowers don’t last long. The cherry blossoms bloom for only about three weeks. After that, they fall away and are replaced by fresh green leaves.)

Dulu aku pikir, pemandangan akan menjadi biasa saja untuk berikutnya. Apalagi jika musim panas sudah tiba. Ya, hijau di mana-mana, seperti di Indonesia. Maksudku indah sih, tapi tidak membuatku terpana karena sudah terbiasa. Kamu paham maksudku, kan? 

(I used to think the view would become rather ordinary after that—especially once summer arrived. I mean, everything turns green, just like in Indonesia. It’s beautiful, yes, but not exactly breathtaking, since I’ve seen it so often. You know what I mean, right?)

musim panas
Pepohonan di salah satu taman di Oldham

Tapi rupanya anggapanku salah. Tak kusangka, aku pun jatuh cinta dengan warna itu. Hijau daun yang menyegarkan mata. Mungkin karena aku sudah melewati musim dingin yang membuat pohon-pohon gundul karena berhibernasi ya? Jadinya hal yang dulu kuanggap biasa, menjadi luar biasa. Memang betullah, semuanya akan terasa nikmat ketika itu jarang. 

(But it turns out I was wrong. I didn’t expect to fall in love with that color—the fresh green of the leaves, so soothing to the eyes. Maybe it’s because I’ve just come through winter, when the trees were bare and hibernating. So, what I used to see as ordinary suddenly felt extraordinary. It’s true, isn’t it? We often only appreciate things once they become rare.)

Sekarang, hampir tiap sore aku berpiknik di taman. Seperti tadi sore. Makan sambil mengawasi anakku bermain dan menikmati pemandangan. Untuk piknik hari ini aku membawa sisa nasi goreng tadi pagi, nasi putih, tumis Aceh cumi-cumi, setengah ayam goreng dan buah potong. Oya tidak lupa air lemon madu dengan daun mint. Alhamdulillah... nikmatnya.

(These days, I go for a picnic almost every afternoon. Like this afternoon—I ate while watching my son play and enjoying the view. For today’s picnic, I brought leftover fried rice from the morning, plain white rice, Acehnese-style stir-fried squid, half a fried chicken, and some cut fruit. Oh, and of course, honey lemon water with fresh mint leaves. Alhamdulillah… it was such a treat.)

menu piknik
menu piknik-nasi goreng, nasi putih, tumis cumi-cumi Aceh, ayam goreng, dan buah potong

Tadi, sebelum aku menggelar karpet, seorang ibu-ibu berjilbab menyapaku. Dia bertanya apakah aku orang Pakistan. Tentu saja aku jawab bukan. Banyak yang menyangka aku orang Pakistan atau Bangladesh di sini. Dia sendiri berasal dari Bangladesh. Bahasa Inggrisnya kurang bagus, karena sesekali dia menggunakan bahasa Bengali. Aku angguk-angguk aja, acha-acha hai... 😁

(Earlier, just before I laid out my picnic mat, a woman in a hijab greeted me. She asked if I was Pakistani. Of course, I told her I wasn’t. People here often assume I’m from Pakistan or Bangladesh. She herself was from Bangladesh. Her English wasn’t very fluent, and she occasionally slipped into Bengali. I just nodded along, acha-acha hai...😁)

Kalau diamati, menurutku orang-orang Pakistan dan Bangladesh di sini memang mirip-mirip orang Aceh. Bahkan beberapa temanku mirip orang di kampungku. Jadi, mungkin gak salah juga mereka mengira aku dari negara mereka ya, hahaha...

(If I really pay attention, the people from Pakistan and Bangladesh here do resemble folks from Aceh. In fact, some of them even look like people from my hometown. So maybe it's not that strange that they think I’m from their country—hahaha!)

Bulan depan musim panas akan tiba. Artinya hari akan semakin panjang, dan malam akan semakin singkat. Untuk sekarang saja waktu subuh masuk pada pukul 3 pagi. Dan magrib pada pukul 9 malam. Jadwal tidurku pun jadi tak karuan. Tidur larut, lalu bangun lagi untuk shalat subuh, kemudian tidur lagi. Bangun pagi terakhir jadinya agak kesiangan dan tidak segar. Hmm, tidak apa-apa, semoga masalah ini bisa segera kuatasi.

(Next month, summer will arrive. That means the days will get longer and the nights shorter. Even now, Fajr begins around 3 a.m., and Maghrib is at 9 p.m. My sleep schedule is all over the place—staying up late, waking for Fajr, and then trying to sleep again. I end up waking up late in the morning and feeling a bit groggy. Oh well, hopefully I’ll adjust soon.)

Sahabatku, tinggal di sini membuatku lebih peka. Hal-hal yang dulu kuanggap biasa, kini terasa istimewa. Seperti udara hangat, langit cerah, atau bahkan dedaunan yang rimbun. Semua itu membuatku belajar untuk bersyukur. Karena yang biasa pun bisa sangat dirindukan saat ia tak ada.

(My dear friend, living here has made me more sensitive to the little things. Things I used to take for granted now feel special—like warm air, clear skies, or even the lushness of the trees. These simple joys have taught me to be more grateful. Because even the ordinary can become something you deeply miss when it’s no longer there.)

bunga liar di musim panas
bunga-bunga liar di akhir musim semi

Begitu dulu ceritaku. Lain kali akan kutulis kisah yang lain. Aku juga penasaran dengan kabarmu. Bagaimana hari-harimu? Apa yang sedang kamu jalani sekarang? Kalau kamu ingin bercerita balik, aku akan sangat senang.

(That’s all for now, my friend. Next time, I’ll share another story. I’m also curious about you—how have your days been? What are you up to these days? If you feel like writing back, I’d be more than happy to hear from you.)

Sampai jumpa di suratku yang berikutnya.
(Until my next letter.)

Wassalamualaikum,
Aku yang sedang hobi berpiknik
(From me—currently obsessed with picnics)

*salah satu karakter utama di film komedi Aceh
(One of the main characters in an Acehnese comedy movie)




























Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dari Aceh ke Jawa: Kisah Lucu Seputar Aksen dan Bahasa

Waduh, Bahasa Inggris Anda Takkan Meningkat Walau Tinggal di Inggris!

Tips Praktis Mencegah Makanan Terbuang dan Mengurangi Limbah di Rumah